Seharusnya judul artikel ini adalah “Mengenal format video”. Tapi FORMAT VIDEO seringkali membuat ambigu. Karena umumnya, orang hanya kenal format video sebatas file (mp4, avi, mov, dll). Maka saya menyebut ‘karakteristik video’ supaya kamu paham bahwa setiap video punya karakter, yang dengan karakter itulah sebuah video disebut mempunyai format.
Karakteristik yang dimaksud adalah:
Parameter-parameter ini sering luput dari perhatian. Karena umumnya, para videografer dan editor hanya pasrah dengan preset yang ada. Bahkan yang lebih parah.. asal menekan tombol record atau asal membuat project editing tanpa menyadari format apa yang sedang dipilih.
Padahal ‘nasib’ dari sebuah video sangat tergantung pada pilihanmu itu. Bisa jadi, begitu selesai diedit, video itu malah tidak bisa diputar sama sekali atau keluar dari standar yang berlaku. Atau ketika diedit, timbul berbagai macam masalah: render lama, audio delay, dll.
Inilah 7 karakteristik yang harus dipahami semua videografer dan editor.
1. Frame size dan aspect ratio
Frame size adalah ukuran lebar x tinggi video dalam satuan piksel. Sedangkan aspect ratio adalah perbandingan lebar : tinggi.
Apa beda keduanya?
Analogi sederhananya begini..
Kalau tinggi saya adalah 150 cm, sedangkan adik saya 100 cm.. maka saya 1,5 kali lebih tinggi dari adik saya. Dengan kata lain perbandingan tinggi saya dan adik saya adalah 1,5 : 1 atau 3:2.
150 cm dan 100 cm adalah frame size, sedangkan 3:2 adalah aspect ratio.
Namun dalam video, yang dibandingkan adalah lebar dan tingginya dalam satuan piksel.
Maka.. dalam video, frame size menentukan ketajaman gambar (jumlah pikselnya), sedangkan aspect ratio memastikan bahwa di mana pun kamu memutarnya, ukurannya tetap proporsional.
Frame size, kita lebih sering menyebutnya ‘resolusi’.
Ada tiga jenis resolusi yang perlu kamu ingat saat ini:
720p (1280 x 720 pixel)
1080p (1920 x 1080 pixel)
4K (3840 x 2160 pixel)
Semuanya ada dalam aspect ratio 16:9
Lihat perbandingannya..
Mengingat resolusi cukup mudah:
720p tingginya 720 piksel
1080p tingginya 1080 piksel.
4K lebarnya mendekati 4000 piksel
Ingat.. huruf ‘p’ dalam 720p dan 1080p bukanlah ‘pixel’ tapi ‘progressive’. Baca Interlace dan Progressive.
Selain 16:9, ada dua aspect ratio yang juga harus kamu kenal.. 4:3 untuk SDTV dan 2.39 : 1 untuk sinema.
Pastikan aspect ratio sama ketika membuat setting project antara sequence dan videonya. Supaya gambar tepat mengisi bingkai video (disebut full frame). Kalau tidak, akan meninggalkan area kosong yang disebut letterbox dan pillarbox.
Tapi, para film maker indie biasanya malah sengaja membuatnya letterbox pada video 16:9 dengan menambahkan cinemasope agar kelihatan lebih cinematic.
2. Pixel aspect ratio
Apa bedanya aspect ratio dan pixel aspect ratio? (perhatikan kata pixel di depannya).
Kalau aspect ratio melihat bentuk bingkai videonya, maka pixel aspect ratio melihat bentuk pixelnya.
Ada dua bentuk pixel:
- Square
- Non-square
Square berarti pikselnya sama sisi, sedangkan non-square tidak sama sisi.
Bayangkan piksel seperti ubin di lantai. Ubin ada yang sama sisi, ada yang tidak. Berapa banyak ubin yang dibutuhkan untuk menutup sebidang lantai? Pastinya tergantung bentuk ubinnya bukan?
Saya ambil contoh kasus format HDV.
Format HDV memiliki frame size 1440 x 1080.
Bandingkan dengan format Full HD yang standar, 1920 x 1080. Perhatikan bahwa lebar pikselnya tidak sama: 1920 vs 1440. Tapi anehnya dua duanya akan tetap tampil dalam ukuran yang sama (16:9). Padahal jelas-jelas jumlah piksel horisontalnya berbeda.
Itu karena format HDV memiliki piksel non-square, sedikit lebih lebar dari piksel square.
Resolusi 1440 x 1080 orang menyebutnya ‘HD banci’. Itu karena resolusinya tidak full. HD disebut Full HD kalau resolusinya 1920 x 1080.
Tapi kamu tidak perlu bingung, karena saat ini semua format modern memiliki piksel square. Piksel non-square hanya transisi dari SD ke HD (seperti HDV), di mana ketika itu teknologinya belum mampu Full Resolution (Full HD).
3. Frame rate
Frame rate adalah banyaknya frame (gambar) yang diputar dalam satu detik.
Frame rate diukur dalam satuan fps (Frame per Second). Semakin tinggi fps, semakin halus gerakan objek dalam video.
Umumnya, video yang beredar saat ini menggunakan salah satu dari 5 jenis frame rate: 24, 25, 30, 50, dan 60.
Mana yang harus di pilih?
- Untuk kondisi normal, gunakan 25 fps. Karena ini adalah frame rate yang sudah standar di Asia. (30 fps adalah standar di Amerika).
- Tapi, beberapa film maker indie lebih suka menggunakan 24fps. Itu karena tradisi film layar lebar yang menggunakan 24 fps (katanya lebih film look).
- Rekamlah video dalam frame rate 50fps kalau kamu merencanakan untuk membuat slow motion. Supaya ketika di editing, kamu bisa memperlambatnya 50% dan slow motion akan tampak halus (itu karena objek direkam dengan kecepatan 2 x 25fps, sedangkan di editing diputar dengan 25fps).
Untuk membuat slow motion di Premiere (dengan hasil syuting 50fps).. klik kanan video, kemudian pilih Modify > Interpret footage, dan ubah frame rate menjadi 25fps.
Perlu kamu tahu juga.. penulisan frame rate dalam sebuah format memperhitungkan apakah video itu interlace atau progressive. Sehingga kamu akan menemukan format seperti: 1080i50 dan 1080p25.
Perhatikan ujungnya: i50 dan p25.
i50 maksudnya frame rate 50 fps dalam mode interlace, sedangkan p25 maksudnya frame rate 25 fps dalam mode progressive.
Keduanya sebetulnya memiliki frame rate yang sama, yaitu 25 fps. Hanya saja dalam mode interlace, frame rate menjadi 2x nya, jadinya ditulis i50.
Kalau kamu belum tahu apa itu interlace dan progressive, baca Menjawab Misteri Interlace dan Progressive Dalam Video.
4. Codec
Codec adalah singkatan dari Codec-Decoder atau Compresor-Decompressor. Beberapa software menyebutnya compressor saja.
Codec adalah ‘jantung’nya file video, karena tanpa codec tidak mungkin sebuah rekaman bisa disimpan di dalam sebuah media digital (memory card, hard disk, DVD, dll).
Codec menentukan besar kecilnya file, bit rate, dan kompabilitasnya di antara player.
Saya sudah membahas tentang codec ini panjang lebar di artikel Segala Hal Tentang CODEC Yang Wajib Diketahui Setiap Videografer dan Editor. Jadi saya tidak akan membahasnya di sini. Silakan baca artikel itu.
5. Color sampling
Tahu angka 422 dalam Apple ProRes 422? Itulah color sampling.
(Menjelaskan color sampling ini cukup rumit. Kalau kamu pusing, sebaiknya loncati bagian ini)
Seperti kamu tahu bahwa warna adalah pencampuran dari 3 warna dasar: red, green, dan blue (RGB).
Karena video terdiri atas piksel-piksel.. maka untuk membentuk sebuah gambar berwarna, setiap piksel harus memiliki informasi RGB yang berbeda-beda bukan?
Tapi ada fakta menarik.
Mata manusia lebih peka terhadap kontras (perbedaan gelap dan terang), dibandingkan perbedaan warna. Perbedaan gelap terang ini disebut luma (disimbolkan Y), sedangkan perbedaan warna disebut Chroma (disimbolkan C).
Fakta ini dimanfaatkan oleh para ahli teknisi digital untuk meringkas data digital dengan mengurangi Chroma pada beberapa piksel. Toh, mata manusia tidak akan terlalu melihat perbedaannya.
Inilah yang disebut color sampling.
Color sampling menggunakan rumus J:a:b
J adalah banyaknya piksel horisontal yang disampling, biasanya 4
a adalah banyaknya piksel yang diberi informasi chroma di baris pertama
b adalah banyaknya piksel yang diberi informasi chroma di baris kedua
Ambil contoh color sampling 4:2:2
(perhatikan bagian C)
Artinya dari setiap 4 piksel, baris pertama hanya di isi 2 informasi chroma (2 piksel digabung). Begitu pun baris ke dua. Walaupun begitu, karena informasi luma (Y) tidak dikurangi di setiap pikselnya.. kita melihat hasilnya bahwa warna di setiap piksel tetap berbeda (karena gelap terangnya berbeda).
Dengan cara ini, maka data digital menjadi lebih ringkas. File lebih kecil.
Pusing? Tidak apa-apa.
Ini bagian pentingnya..
Kamu hanya perlu mengetahui 3 tipe color sampling:
4444 : Gunakan format ini untuk compositing maksimal: rotoscoping, color grading, greenscreen, atau grafis. Karena setiap pikselnya utuh. Dengan format ini, proses compositing lebih akurat. Tapi, filenya akan lebih besar.
(angka 4 di ujung menunjukkan bahwa semua piksel memiliki informasi alpha channel)
422 : Gunakan format ini untuk video dengan kualitas standar (tanpa compositing).
420 : Gunakan format ini hanya untuk output. Karena akan menghasilkan file yang lebih kecil (H.264 akan memiliki format 420)
Kalau kamu menggunakan After Effect untuk membuat grafis dan hasilnya digunakan di Final Cut Pro, export ke dalam Apple ProRes 4444 supaya ringan dan tetap memiliki alpha channel.
(Apple ProRes 4444 setara dengan codec Animation)
(Apple ProRes 4444 setara dengan codec Animation)
6. Bit rate
Bit rate adalah kecepatan data video per detik saat video itu diputar.
(Bayangkan bit rate seperti debit air)
Bit rate menentukan apakah sebuah media mampu memutar video secara real time atau tidak.
Artinya.. itu tergantung dari koneksi kabel, kecepatan hard disk, kecepatan internet, dan bit rate video itu sendiri.
Kalau kamu menonton Youtube, bukankah selalu ada ‘buffer’ kalau kecepatan internet-mu lambat? Itu artinya kecepatan internet lebih rendah dari bit rate video. Misalnya kecepatan internetmu 1 Mbps, sementara bit rate video yang kamu tonton 3 Mbps.
Semakin tinggi resolusi, semakin tinggi pula bit rate nya. Itulah kenapa kamu tidak akan bisa memutar 4K atau Full HD di Youtube secara real time kalau hanya menggunakan kecepatan 3G.
NetFlix menyebutkan bahwa untuk memutar HD setidaknya kamu harus memiliki kecepatan 5 Mbps. Sedangkan 4K, kamu harus punya kecepatan 25 Mbps. Lihat di sini.
Youtube, NetFlix, DSLR, Smartphone.. semuanya menggunakan codec H.264.
Mengapa?
Karena H.264 lah yang sampai saat ini mampu menekan bit rate sehingga lebih kecil dibanding menggunakan codec lain, tanpa terlalu banyak mengurangi kualitas.
Coba tonton apa yang dikatakan almarhum Steve Jobs tentang H.264 ini saat peuluncuran QuickTime 7..
Tapi kita bisa memainkan bitrate settings di software editing untuk mengatur kualitas video dan ukuran file-nya. Lebit detilnya, baca Apa Itu Bitrate Dan Apa Pengaruhnya Pada Kualitas Video.
7. Sample Rate
Kalau video memiliki frame rate, maka audio memiliki sample rate.
Sample rate adalah banyaknya sinyal audio yang di-sampling per detiknya untuk menghasilkan audio digital. Semakin banyak sampling-nya, semakin bagus kualitasnya karena semakin mendekati suara aslinya.
Sample rate diukur dalam kHz (kilo hertz).
Secara umum, ada dua jenis sample rate: 44.1 kHz dan 48 kHz.
44.1 kHz adalah standar untuk CD audio, sedangkan 48 kHz adalah standar untuk video broadcast.
Karena itu hati-hati dalam penggunaan musik mp3 di editing!
Semua mp3 memiliki sample rate 44.1 kHz, karena mp3 adalah hasil ‘rip’ dari CD. Sedangkan dalam video, umumnya menggunakan 48 kHz.
Perbedaan sample rate dalam timeline editing (hati-hati pengguna FCP7), bisa menimbulkan delay.
Sebaiknya semua audio dikonversi ke dalam 48 kHz dalam bentuk WAV atau AIF sebelum digunakan di editing.
Begitupun dengan file MP4 atau H.264, umumnya memiliki sample rate 44.1 kHz.
(Baca Cara Mengubah Format Audio)
Itulah ke-7 karakteristik video yang harus kamu pahami.
Dari pemahaman tentang 7 karakteristik video ini diharapkan kamu bisa menghasilkan video yang berkualitas dan standar dari mulai direkam sampai penayangannya.
Bahkan sebetulnya kamu tidak perlu render sama sekali saat mengedit atau render ringan.. asalkan setting project (karakteristik di atas) sama persis dengan material videonya. Karena render pada prinsipnya adalah export sementara yang dilakukan software editing karena ada bagian yang berbeda dari video, entah itu codec-nya, frame rate-nya, dll.
Karena itu..
- Pastikan ketika merekam, format yang disetting di kamera sesuai dengan kebutuhan saat diedit nantinya
- Pastikan format sequence sama dengan format videonya
- Kalau pun berbeda, sebaiknya convert terlebih dahulu dengan menyamakan karakteristiknya
Silakan bagikan artikel ini kalau bermanfaat, agar semua videografer dan editor di Indonesia mampu memenuhi kualitasnya.
ConversionConversion EmoticonEmoticon